Kalau biasanya One Piece ngajak kita ketawa dan teriak “let’s go!” tiap Luffy bikin ulah, episode 1132 ini beda. Ini bukan soal pertarungan atau aksi. Ini tentang Kuma… tentang cinta yang diam-diam menyakitkan, dan tentang Bonney, si kecil yang nggak tahu dia sedang dikejar waktu.
Baltigo Saat Bantuan Tidak Datang
Kita buka episode dari markas besar Baltigo. Di atas kapal pasukan Revolusioner, ada tiga nama besar: Kuma, Dragon, dan Ivankov. Markas Revolusi meminta bantuan, tapi Ivankov cuma bisa geleng kepala.
“Kita juga bawa banyak orang yang terluka. Gak mungkin bisa bantu sekarang.”
Situasi genting, dan Kuma tahu dia harus bertindak. Tanpa banyak bicara, dia langsung menggunakan kekuatan buah iblisnya. Dalam sekejap zwoop! dia teleport ke Kerajaan Tumi di South Blue.
Sebelum bertarung, kenangan menghentikannya. Di benaknya muncul berita lama… Ginny. Ya, Ginny mantan kapten revolusioner yang diculik Tenryubito untuk dijadikan istri salah satu bangsawan langit.
Kuma di Mata Rakyat Tumi
Warga Kerajaan Tumi kaget bukan main. Kuma datang, dan bukan main-main, dia bantu mereka setelah tiga tahun penderitaan. Rakyat terharu, dan menyadari satu hal:
“Ini dia… pahlawan dari pasukan Revolusi!”
Selesai membantu, dengan suara lelah, Kuma menghubungi Dragon via den den mushi:
“Dragon… ini aku. Aku lelah. Aku akan naik kapal, pulang.”
Dua Tahun Setelahnya Panggilan Terakhir Ginny
Kita meloncat dua tahun ke depan dari momen Kuma di Kerajaan Tumi. Setelah kehidupan berjalan, suatu hari Ivankov datang dengan wajah panik:
“Kuma! Kita dapat panggilan dari Ginny!”
Mereka segera menyambut suara dari den den mushi. Suara itu… suara yang familiar, tapi lemah.
“Aku sudah kembali ke dunia bawah… Tapi aku sakit. Mereka sudah nggak butuh aku lagi. Tapi aku senang bisa bicara dengan kalian…”
Ginny tahu ini mungkin jadi percakapan terakhirnya. Dan dia minta sesuatu:
“Aku punya permintaan terakhir.”
Kuma panik:
“Aku pikir aku gak akan pernah dengar suaramu lagi! Di mana kamu?! Aku akan ke sana sekarang!”
Tapi Ginny menolak:
“Maaf, Kumachi. Aku sekarat. Umurku tak lama lagi. Tapi… jangan datang menemuiku.”
Di akhir panggilan, Ginny berkata:
“Tolong jaga Kuma. Dia orang yang sangat baik… Kumachi, aku akan selalu mencintaimu.”
Ginny pun meninggal tepat saat Kuma tiba di depan gereja. Terlambat. Yang tersisa hanya jasad Ginny, tubuhnya membatu karena terkena cahaya matahari. Kuma jatuh berlutut, menangis, memeluk jasad wanita yang ia cintai.
Lalu… suara tangisan kecil terdengar. Bayi. Bonney.
“Aku janji… aku akan membesarkan anakmu,” ucap Kuma.
Perjalanan Menjadi Ayah
Sejak hari itu, Kuma merawat Bonney kecil. Dia tumbuh di gereja bersama para lansia. Suatu hari, Bonney kecil memanggil:
“Ayah!”
Dan Kuma menjawab:
“Iya… aku ayahmu.”
Waktu berjalan. Bonney tumbuh, tapi tanda-tanda penyakit ibunya mulai muncul. Batu biru muncul di pipinya.
Kuma langsung menutup seluruh jendela gereja. Para lansia bingung. Kuma menunjukkan pipi Bonney. Dokter dipanggil, tapi bahkan dia bingung:
“Ini pertama kalinya saya melihat penyakit seperti ini…”
Kuma pun kembali ke markas Revolusioner.
“Aku berhenti dari pasukan Revolusi.”
Ivankov kaget:
“Bonney… terkena penyakit yang sama seperti Ginny?”
“Ya. Aku gak tahu harus bagaimana. Tapi aku ingin tetap bersamanya.”
Dragon memahami. Ia janji mencari dokter di seluruh dunia. Kuma berterima kasih:
“Terima kasih, Monkey D. Dragon.”
Tujuh Tahun Lalu Dunia Kecil Bonney
Bonney umur lima tahun. Di gereja, dia marah ke anak-anak:
“Enyah kalian! Dasar bocah sialan!”
Anak-anak ngejek dia sebagai vampir yang nggak bisa keluar rumah. Salah satu bawa salib.
Bonney kesal, nendang mereka. Mau kejar ke luar, tapi Kuma datang:
“Tolong hentikan, meskipun bercanda.”
“Oke… aku nggak mau bikin Ayah sedih.”
“Bonney, kamu anak yang baik.”
“Hentikan, dasar cengeng!”
Malamnya:
“Ayah… permata ini jelek ya?”
“Mungkin karena cantik. Mereka iri.”
Bonney pun tersenyum.
Impian dan Harapan Bonney
Besoknya:
“Aku mau ke Pulau Langit! Dekat matahari. Mungkin Nika ada di sana!”
Kuma menari tarian Nika. Tapi tak lama, dokter datang:
“Putrimu mengidap Sisik Safir. Cahaya apapun akan memperparah. Meski kau lindungi, penyakit ini tetap menyebar. Umurnya… kemungkinan tinggal lima tahun.”
Kuma shock. Di gereja, Bonney muncul:
“Aku dengar soal sepuluh tahun itu. Itu tentang aku kan?”
“Iya. Dokter bilang kamu nggak akan sembuh… sebelum umur sepuluh tahun.”
“Asik! Jadi aku akan sembuh saat umur sepuluh tahun!”
Kuma hanya diam. Antara pengin ketawa dan nangis.
Kerajaan Sorbet Bergejolak
Setahun berlalu. Tapi dunia belum tenang:
“RAJA BEKORY BERULAH LAGI! DIA MEMBANTAI RAKYATNYA SENDIRI!”
Boom. Episode berakhir. Gantung. Perih.
Kesimpulan
Episode 1132 ini adalah emotional bomb. Bukan soal Luffy, tapi soal cinta, luka, dan keteguhan hati. Kuma bukan cuma senjata manusia. Dia ayah. Seorang pria yang pernah dicintai… dan kehilangan segalanya, kecuali satu: harapannya pada Bonney.
Dan Bonney? Dia adalah alasan kenapa Kuma masih bertahan. Episode ini bukan cuma flashback. Ini adalah bukti bahwa di balik revolusi, ada air mata seorang ayah.
Baca juga review episode sebelumnya di sini:
One Piece Episode 1131 – Kisah Kuma, Ginny, dan Awal Revolusi