Polda Aceh Tangkap Pelaku Perdagangan Kulit Harimau Sumatra

Banda Aceh, www.antaranews.com – Polda Aceh kembali mengungkap jaringan perdagangan satwa liar. Kali ini, seorang pria berinisial SB (36) ditangkap karena diduga memperjualbelikan kulit harimau sumatra. Penangkapan dilakukan di Kabupaten Nagan Raya, Aceh.

Selain itu, polisi menyebut penangkapan ini hasil pengembangan kasus sebelumnya yang terjadi di Aceh Tenggara. Dengan demikian, langkah ini menjadi bukti keseriusan aparat dalam memberantas kejahatan terhadap satwa dilindungi.

Kronologi Penangkapan

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh, Kombes Pol Zulhir Destrian, mengatakan SB ditangkap di Desa Luweng Kutuben, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Penangkapan ini berawal dari pengungkapan kasus jual beli kulit harimau sumatra pada Rabu, 16 Juli 2025 di Aceh Tenggara. Saat itu, SB tidak berada di lokasi. Namun demikian, penyidik terus melacak keberadaannya hingga akhirnya berhasil menangkapnya di Nagan Raya.

Sementara itu, polisi juga menyita berbagai barang bukti. Di antaranya selembar kulit harimau, 16 kuku, dua taring, satu tulang jari, dua tulang pinggul, satu tulang sendi, satu tulang kepala, dan dua ponsel. Barang-barang ini diduga berasal dari satu individu harimau sumatra.

Diduga Jaringan Perdagangan Satwa Liar

Menurut penyidik, SB bukan pelaku tunggal. Ia diduga kuat bagian dari jaringan perdagangan satwa liar yang memperjualbelikan organ tubuh harimau. Selain itu, jaringan ini diyakini beroperasi lintas kabupaten bahkan lintas provinsi.

“SB diduga kuat merupakan bagian dari jaringan perdagangan satwa liar yang memperjualbelikan organ tubuh harimau. Harimau sumatra adalah spesies dilindungi dan terancam punah,” ujar Kombes Zulhir Destrian.

Oleh karena itu, pihak kepolisian berkomitmen menindak tegas siapa pun yang terlibat. Kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi para pemburu liar di wilayah Aceh.

Pasal yang Dikenakan dan Ancaman Hukuman

Atas perbuatannya, SB dijerat dengan Pasal 40A Ayat (1) huruf f jo Pasal 21 Ayat (2) huruf c UU Nomor 32 Tahun 2024, perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam aturan tersebut, siapa pun yang memperjualbelikan atau memperniagakan satwa dilindungi bisa dihukum penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 juta.

Dengan demikian, penegakan hukum ini diharapkan mampu menimbulkan efek jera. Selain itu, masyarakat diharapkan ikut menjaga kelestarian satwa langka yang tersisa di alam liar.

Harimau Sumatra, Spesies Langka yang Terancam Punah

img.okezone.com

Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu-satunya subspesies harimau yang masih hidup di Indonesia. Sayangnya, populasinya terus menurun akibat perburuan dan kerusakan habitat.

Menurut data BKSDA dan lembaga konservasi dunia, populasi harimau sumatra kini diperkirakan tidak lebih dari 400 ekor di alam liar. Selain itu, organ tubuh harimau seperti kulit dan taring masih memiliki nilai jual tinggi di pasar gelap.

Akibatnya, ancaman kepunahan semakin nyata. Jika kondisi ini dibiarkan, rantai ekosistem di hutan Aceh bisa terganggu. Oleh sebab itu, penegakan hukum menjadi langkah penting dalam melindungi predator puncak ini.

Upaya Polda Aceh Lewat Program “Pemolisian Hijau”

Sebagai bagian dari strategi konservasi, Polda Aceh kini memperkuat program Pemolisian Hijau (Green Policing). Program ini menekankan pentingnya perlindungan alam melalui penegakan hukum dan edukasi masyarakat.

“Penangkapan pelaku perdagangan satwa liar ini menunjukkan keseriusan kami dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Aceh,” kata Zulhir.

Selain itu, Polda Aceh juga bekerja sama dengan BKSDA, KLHK, dan LSM lingkungan. Tujuannya untuk memperketat pengawasan di kawasan hutan dan mencegah aktivitas perburuan liar.

Dengan adanya kerja sama lintas lembaga ini, Aceh diharapkan bisa menjadi contoh dalam pelestarian satwa langka di Indonesia.

Imbauan kepada Masyarakat

Polda Aceh mengimbau masyarakat agar tidak terlibat maupun mendukung perdagangan satwa liar. Apabila masyarakat menemukan aktivitas mencurigakan, mereka diminta segera melapor ke polisi atau instansi terkait.

“Perlindungan satwa bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua,” tegas Zulhir Destrian.

Selain itu, masyarakat juga diingatkan agar tidak membeli produk dari hewan langka, baik sebagai hiasan maupun koleksi pribadi. Dengan begitu, rantai perdagangan ilegal dapat diputus dari sisi permintaan.

Komitmen untuk Konservasi Alam Aceh

Aceh dikenal memiliki kekayaan hayati yang luar biasa, terutama di kawasan Ekosistem Leuser. Daerah ini menjadi habitat bagi harimau sumatra, gajah, badak, dan orangutan.

Namun demikian, ancaman perburuan dan pembalakan liar terus menghantui wilayah tersebut. Oleh karena itu, Polda Aceh berkomitmen meningkatkan patroli dan penegakan hukum di area rawan.

Dengan langkah konsisten, harimau sumatra diharapkan tetap bisa hidup dan berkembang di habitat alaminya. Upaya ini juga sejalan dengan misi nasional untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Kesimpulan

Penangkapan SB (36) oleh Polda Aceh membuktikan bahwa perdagangan satwa liar masih menjadi ancaman nyata bagi konservasi. Selain itu, tindakan tegas terhadap pelaku menunjukkan komitmen aparat dalam menjaga alam.

Pada akhirnya, upaya ini tidak hanya soal hukum, tetapi juga soal moral dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang.
Dengan penegakan hukum yang kuat dan dukungan masyarakat, Aceh bisa menjadi contoh nyata bahwa melindungi alam bukan pilihan, melainkan keharusan.

Similar Posts