Hukum Penawaran dan Permintaan Mengapa Barang Langka Harganya Naik
JAKARTA, Cobisnis.com Fenomena kenaikan harga saat barang menjadi langka bukanlah hal baru dalam dunia ekonomi. Sejak abad ke-18, para ekonom sudah menjelaskan prinsip ini melalui hukum penawaran dan permintaan (supply and demand).
Meski zaman berubah, konsep ini tetap menjadi fondasi utama dalam memahami bagaimana harga terbentuk dan bagaimana pasar berusaha menyeimbangkan nilai dengan kebutuhan manusia.
Dasar Hukum Penawaran dan Permintaan
Secara sederhana, hukum penawaran dan permintaan menyatakan bahwa:
-
Ketika pasokan barang menurun, sementara permintaan tetap atau meningkat, harga akan naik.
-
Sebaliknya, ketika pasokan meningkat dan permintaan menurun, harga akan turun.
Dengan kata lain, harga terbentuk dari interaksi antara keinginan pembeli dan kemampuan produsen dalam menyediakan barang.
Jika banyak orang ingin membeli sesuatu yang jumlahnya sedikit, mereka akan bersaing satu sama lain — dan kompetisi itu yang mendorong harga naik.
Contohnya bisa kita lihat pada beras, bahan bakar minyak (BBM), atau logam mulia seperti emas.
Begitu pasokan berkurang, entah karena cuaca buruk, gangguan distribusi, atau biaya produksi meningkat, harga di pasar hampir pasti naik dalam waktu singkat.
Harga adalah cermin kelangkaan.
Semakin langka suatu barang, semakin tinggi nilai yang bersedia dibayar oleh pembeli.
Harga Sebagai Mekanisme Pengatur Pasar
Dalam ekonomi, harga berfungsi sebagai alat pengatur atau sinyal.
Ia menjadi penentu siapa yang paling membutuhkan dan sanggup membayar suatu barang ketika ketersediaannya terbatas.
Dengan demikian, mekanisme harga membantu pasar melakukan seleksi alami siapa yang bisa membeli dan siapa yang harus menunggu.
Mungkin terasa tidak adil, tetapi sistem ini justru memastikan sumber daya yang terbatas dapat dialokasikan secara efisien.
Selain itu, kenaikan harga sering kali juga berperan sebagai sinyal bagi produsen untuk meningkatkan produksi.
Ketika harga naik, produsen terdorong untuk menambah pasokan, yang pada akhirnya membantu menstabilkan pasar.
Jadi, mekanisme ini bekerja layaknya sistem otomatis: pasar menyesuaikan diri secara alami melalui harga.
Contoh Nyata dalam Kehidupan Sehari-hari

Kita bisa melihat contoh hukum ini di berbagai sektor kehidupan sehari-hari.
Misalnya, ketika musim kemarau panjang melanda, produksi padi menurun, dan harga beras melonjak.
Atau saat produksi minyak terganggu di Timur Tengah, harga BBM dunia langsung naik, bahkan sebelum pasokan benar-benar habis.
Selain itu, fenomena yang sama juga muncul dalam pasar properti.
Ketika lahan di kota semakin terbatas, sementara permintaan untuk hunian meningkat, harga tanah naik jauh lebih cepat daripada inflasi umum.
Contoh lain datang dari sektor teknologi dan otomotif.
Pada masa pandemi, kelangkaan chip semikonduktor menyebabkan harga ponsel, laptop, bahkan mobil, naik drastis.
Padahal, permintaan tidak berubah hanya pasokannya yang berkurang.
Efek Psikologis: Nilai Barang dan Persepsi Manusia
Menariknya, kenaikan harga bukan cuma soal angka, tapi juga soal persepsi manusia terhadap nilai barang.
Dalam psikologi ekonomi, ada konsep bernama scarcity value, yaitu kecenderungan manusia untuk menganggap sesuatu lebih berharga ketika sulit diperoleh.
Ketika orang mendengar suatu barang mulai langka, mereka cenderung membeli lebih banyak lebih cepat, bahkan sebelum benar-benar membutuhkannya.
Akibatnya, kenaikan harga makin cepat, bukan hanya karena stok menipis, tetapi juga karena rasa takut kehabisan (fear of missing out).
Fenomena ini sering terlihat pada:
-
Pembelian minyak goreng saat isu kelangkaan.
-
Lonjakan harga masker medis dan tabung oksigen pada masa pandemi.
-
Kenaikan harga tiket konser begitu kabar sold-out mulai tersebar.
Dengan demikian, psikologi konsumen turut mempercepat kenaikan harga, menciptakan siklus “kelangkaan semu” yang sebenarnya lebih dipicu oleh ekspektasi pasar daripada realitas pasokan.
Dari Pasar Fisik ke Dunia Digital
Zaman modern membawa konsep supply-demand ke ranah yang lebih luas pasar digital.
Kini, hukum penawaran dan permintaan juga berlaku untuk aset virtual, seperti cryptocurrency, NFT, hingga token digital.
Misalnya, Bitcoin hanya memiliki pasokan maksimum 21 juta unit.
Ketika permintaan meningkat, nilainya melonjak karena pasokan tidak bisa bertambah.
Dengan kata lain, kelangkaan yang diciptakan secara desain membuat harga naik bukan karena manfaat fisiknya, tetapi karena kepercayaan pasar terhadap nilainya.
Fenomena serupa terjadi di pasar NFT, di mana karya digital bisa terjual ratusan juta rupiah hanya karena dianggap langka dan unik.
Artinya, meski bentuknya berbeda, prinsip supply dan demand tetap berlaku secara universal, baik di dunia nyata maupun digital.
Dampak Kenaikan Harga bagi Ekonomi dan Masyarakat
Naiknya harga karena kelangkaan bisa berdampak luas terhadap ekonomi.
Pertama, daya beli masyarakat menurun karena pendapatan tidak naik secepat harga.
Kedua, biaya produksi meningkat bagi pelaku usaha yang menggunakan bahan baku langka.
Ketiga, inflasi bisa meluas ke sektor lain karena efek berantai.
Contohnya, ketika harga bahan bakar naik, ongkos transportasi ikut naik.
Hal ini membuat harga bahan makanan, barang konsumsi, bahkan jasa logistik ikut terdorong.
Dalam waktu singkat, inflasi bisa menggerus kestabilan ekonomi nasional jika tidak diantisipasi.
Namun, penting dipahami bahwa tidak semua kenaikan harga bersifat negatif.
Dalam skala tertentu, kenaikan harga justru mendorong efisiensi dan inovasi.
Produsen berusaha mencari alternatif bahan, teknologi baru, atau metode distribusi lebih murah.
Dengan demikian, pasar bisa menyesuaikan diri dan menciptakan keseimbangan baru.
Respons Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga
Pemerintah punya peran penting dalam menjaga agar kenaikan harga tidak menimbulkan gejolak sosial.
Ketika harga naik terlalu cepat, pemerintah biasanya mengambil langkah-langkah berikut:
-
Menambah pasokan barang melalui impor atau peningkatan produksi.
-
Memberikan subsidi kepada produsen maupun konsumen agar harga tetap terjangkau.
-
Menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk barang-barang pokok strategis.
-
Meningkatkan pengawasan distribusi agar tidak terjadi penimbunan barang.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pasar tetap efisien tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun, jika intervensi dilakukan terlalu sering, pasar bisa kehilangan fleksibilitasnya.
Oleh karena itu, keseimbangan antara mekanisme pasar dan kebijakan publik menjadi kunci utama.
Perspektif Ekonomi: Antara Keadilan dan Efisiensi
Dari sudut pandang teori ekonomi, kenaikan harga akibat kelangkaan dianggap mekanisme alami yang adil secara efisien, tapi tidak selalu adil secara sosial.
Artinya, pasar memang bekerja dengan baik dalam membagi sumber daya, tapi tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk bersaing di pasar.
Inilah sebabnya, muncul perdebatan klasik antara dua prinsip:
-
Efisiensi pasar, yang menekankan keseimbangan alami tanpa intervensi.
-
Keadilan sosial, yang menuntut campur tangan pemerintah agar distribusi lebih merata.
Kedua hal ini sering bertabrakan, terutama saat harga barang pokok naik drastis.
Sebagian ekonom berpendapat bahwa biarkan pasar menyesuaikan diri sendiri, sedangkan yang lain menilai bahwa tanpa perlindungan, masyarakat kecil akan makin tertekan.
Contoh Historis: Krisis dan Pelajaran Pasar
Sejarah mencatat banyak contoh ekstrem bagaimana hukum penawaran dan permintaan memengaruhi ekonomi dunia.
-
Krisis minyak tahun 1973: Produksi minyak menurun drastis akibat embargo OPEC, harga minyak melonjak empat kali lipat, dan ekonomi global terguncang.
-
Krisis pangan 2008: Permintaan gandum dan beras meningkat, sementara cuaca ekstrem menurunkan hasil panen. Negara-negara berkembang mengalami lonjakan inflasi pangan.
-
Pandemi COVID-19: Kelangkaan alat kesehatan, logistik terhambat, dan panic buying menyebabkan harga masker naik hingga ratusan persen dalam hitungan hari.
Dari semua kejadian itu, kita belajar bahwa harga bukan hanya angka di pasar, melainkan juga cerminan kondisi sosial, geopolitik, dan psikologis masyarakat global.
Tantangan Era Modern: Supply Chain dan Ketergantungan Global
Di era globalisasi, hukum supply-demand menjadi lebih kompleks karena rantai pasokan (supply chain) kini terhubung lintas negara.
Gangguan di satu negara bisa berdampak pada harga di belahan dunia lain.
Contohnya, keterlambatan pengiriman chip dari Taiwan bisa membuat harga mobil di Eropa naik.
Atau, cuaca ekstrem di Amerika Selatan bisa memengaruhi harga kopi di Indonesia.
Dengan demikian, ketergantungan global membuat ekonomi dunia semakin sensitif terhadap perubahan kecil dalam pasokan.
Inilah tantangan baru bagi pemerintah dan pelaku pasar dalam menjaga stabilitas harga di tengah dunia yang semakin saling terkait.
Kesimpulan: Nilai, Kelangkaan, dan Rasionalitas Pasar
Hukum penawaran dan permintaan adalah fondasi utama yang menjelaskan bagaimana harga terbentuk di pasar.
Ketika pasokan berkurang sementara permintaan tetap tinggi, harga naik bukan karena keserakahan, tetapi karena mekanisme alamiah pasar dalam menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan.
Namun, kenaikan harga tidak selalu mencerminkan ketidakstabilan.
Ia juga menjadi sinyal bagi produsen untuk bertindak, sekaligus cerminan psikologis manusia dalam menghadapi kelangkaan.
Dengan demikian, memahami prinsip supply dan demand bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang perilaku manusia dan bagaimana kita menghargai sesuatu yang terbatas.
Dan pada akhirnya, siapa yang paling menghargai dialah yang bersedia membayar lebih tinggi.
