Nepal Membara Dari Pemblokiran Media Sosial ke Kerusuhan Berdarah

news.detik.com – Ketika sebuah negara memutuskan untuk menekan suara rakyatnya, sering kali hasilnya bukan ketenangan, tapi justru sebaliknya: ledakan kemarahan. Nepal sedang mengalaminya sekarang. Sebuah langkah kontroversial dari pemerintah memblokir media sosial berubah menjadi gelombang unjuk rasa berdarah yang bikin dunia tercengang.

Di jalan-jalan Kathmandu dan kota-kota lain, ribuan orang turun ke jalan, awalnya menuntut akses media sosial dibuka kembali. Namun dalam hitungan hari, protes berubah jadi amukan besar yang menyeret para pejabat tinggi ke garis depan kemarahan rakyat. Bahkan pejabat setingkat Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan pun sampai harus berlari menyelamatkan diri dari kejaran demonstran.

Api yang Dipicu dari Dunia Maya

awsimages.detik.net.id

Semua berawal minggu lalu. Pemerintah Nepal memblokir beberapa platform besar seperti Facebook, X (Twitter), dan YouTube. Alasannya? Karena perusahaan-perusahaan itu menolak untuk tunduk pada aturan baru pemerintah: wajib mendaftar dan membuka akses pada sistem pengawasan.

Buat pemerintah, langkah itu dianggap demi kedaulatan digital. Tapi buat rakyat, ini jelas dianggap pembungkaman kebebasan berekspresi. Ingat, di era sekarang, medsos bukan sekadar hiburan. Itu alat komunikasi, bisnis, politik, bahkan penyelamat hidup.

Tak heran, kebijakan ini bikin rakyat Nepal panas hati. Blokir memang akhirnya dicabut pada Senin (8 September 2025), tapi ibarat api yang sudah menyala, amarah massa keburu membesar.

Menlu Nepal Jadi Sasaran Amuk

static.promediateknologi.id

Salah satu yang paling bikin dunia kaget adalah nasib Arzu Deuba (63 tahun), Menteri Luar Negeri Nepal. Dalam sebuah rekaman video yang viral, tampak rumahnya diterobos oleh massa.

Ngeri banget: seorang menteri perempuan yang sudah sepuh malah dipukul wajahnya dan ditendang dari belakang. Video itu sebagian bahkan direkam oleh demonstran sendiri, seakan jadi “trophy” digital.

Kondisi terbaru Deuba masih simpang siur. Tapi jelas, serangan langsung ke pejabat tinggi negara menunjukkan betapa seriusnya kemarahan rakyat.

Kerusuhan Makin Tak Terkendali

ichef.bbci.co.uk

Setelah kasus Deuba, keadaan makin rusuh. Demonstran mulai menyasar rumah-rumah pejabat tinggi lainnya, membakarnya habis-habisan. Tak cuma itu, gedung parlemen Nepal ikut dibakar.

Polisi pun mencoba menekan massa. Tapi cara mereka? Tembakan langsung ke arah demonstran. Akibatnya, paling tidak 22 orang tewas di jalanan. Situasi ini makin memperdalam jurang antara rakyat dan aparat.

PM Nepal Mundur, Tapi Api Tak Padam

blogger.googleusercontent.com

Melihat situasi makin kacau, Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma Oli akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9 September 2025). Biasanya, langkah mundur seorang PM bisa jadi jalan damai.

Tapi kali ini berbeda. Bagi rakyat Nepal, mundurnya Oli dianggap terlambat dan tidak cukup. Mereka sudah terlalu kecewa. Bahkan kediaman PM Oli ikut dibakar massa.

Menkeu Paudel Lari Tunggang Langgang

Tak cuma Menlu Deuba yang jadi sasaran. Bisnhu Paudel (65 tahun), Menteri Keuangan Nepal, juga jadi target. Sebuah video yang dilaporkan NDTV memperlihatkan dia dikejar massa di tengah jalanan Kathmandu.

Bayangkan, seorang Menkeu harus lari sekencang-kencangnya sambil dikejar puluhan orang. Di tengah pelarian, seorang demonstran dari arah depan melompat dan menendangnya sampai jatuh menghantam tembok.

Meski jatuh, Paudel bangkit lagi dan terus lari menjauh. Videonya berhenti di situ, jadi nasib dan lokasi terakhirnya masih misterius.

Dari Media Sosial ke Krisis Nasional

Kalau kita tarik ke belakang, apa yang terjadi di Nepal ini jelas menunjukkan pola klasik: isu kecil bisa jadi ledakan besar ketika ditambah bahan bakar berupa kekecewaan mendalam pada pemerintah.

Blokir media sosial memang jadi pemicu awal. Tapi sebenarnya rakyat Nepal sudah lama menyimpan frustrasi:

  • Korupsi elite politik yang bikin rakyat merasa makin miskin.

  • Inflasi yang menekan harga kebutuhan pokok.

  • Kurangnya kepercayaan pada pemerintah yang dianggap hanya mementingkan diri sendiri.

Maka, begitu ada satu percikan kecil (pemblokiran medsos), rakyat langsung tumpah ruah dengan membawa semua unek-unek mereka.

Respon Dunia Internasional

Dunia internasional kini ikut menyoroti. Banyak lembaga HAM menilai tindakan pemerintah Nepal terutama dengan memblokir medsos lalu menembaki rakyat sebagai pelanggaran serius demokrasi dan HAM.

Beberapa negara tetangga, termasuk India dan Tiongkok, kabarnya sedang memantau ketat situasi ini. Maklum, Nepal berada di lokasi strategis di Himalaya, diapit oleh dua raksasa Asia. Instabilitas di sana bisa punya efek geopolitik yang lebih luas.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Ada beberapa kemungkinan:

  1. Transisi Politik Mendadak
    Dengan mundurnya PM Oli, bisa jadi Nepal segera menunjuk pengganti sementara. Tapi legitimasi siapa pun yang naik akan diragukan kalau rakyat masih marah.

  2. Gelombang Kekerasan Baru
    Kalau pemerintah tetap pakai pendekatan represif, korban bisa bertambah banyak.

  3. Tekanan Internasional
    Negara-negara donor mungkin menekan pemerintah Nepal untuk melakukan reformasi cepat, termasuk soal kebebasan berpendapat.

  4. Negosiasi dan Reformasi
    Pilihan terbaik (meski berat) adalah membuka pintu dialog, mengusut kasus korupsi, dan merangkul masyarakat sipil.

Belajar dari Nepal Jangan Remehkan “Percikan Kecil”

Yang bisa kita tarik dari tragedi ini adalah satu hal: isu kecil bisa jadi besar kalau masyarakat sudah lama tertekan.

Di era digital, pemblokiran media sosial bisa jadi bukan sekadar soal akses aplikasi, tapi soal harga diri rakyat dan kebebasan suara. Apalagi kalau ditambah rasa muak karena korupsi dan kesenjangan ekonomi.

Nepal sekarang ada di titik krisis. Semoga mereka bisa cepat menemukan jalan keluar sebelum makin banyak nyawa melayang.

FAQ Tentang Unjuk Rasa Nepal 2025

1. Kenapa unjuk rasa di Nepal bisa sampai seganas itu?
Karena awalnya rakyat marah atas pemblokiran media sosial, tapi kemudian berkembang jadi luapan kemarahan atas isu lama: korupsi, inflasi, dan ketidakpuasan pada pemerintah.

2. Apakah pemblokiran media sosial masih berlaku di Nepal?
Tidak. Pemblokiran sudah dicabut pada 8 September 2025 malam. Tapi pencabutan ini telat, karena rakyat sudah terlanjur marah.

3. Siapa pejabat yang jadi korban langsung dari demonstrasi?

  • Arzu Deuba (Menlu, 63 tahun): dipukul dan ditendang di rumahnya.

  • Bisnhu Paudel (Menkeu, 65 tahun): dikejar massa, ditendang sampai jatuh, lalu lari.

  • PM Oli: rumahnya dibakar, dan ia sudah mengundurkan diri.

4. Berapa korban jiwa sejauh ini?
Sedikitnya 22 orang meninggal akibat tembakan polisi ke arah demonstran. Jumlah bisa bertambah jika kerusuhan terus berlangsung.

5. Apa dampaknya untuk politik Nepal ke depan?

  • Bisa muncul pemerintahan transisi.

  • Risiko kekerasan lebih besar jika aparat tidak berhenti represif.

  • Tekanan internasional makin kuat untuk reformasi.

6. Apakah krisis ini berdampak ke negara lain?
Secara langsung mungkin tidak, tapi secara geopolitik iya. India dan Tiongkok, yang berbatasan dengan Nepal, pasti khawatir instabilitas bisa “menyebar” atau dimanfaatkan oleh pihak tertentu.

Similar Posts